Prosiding Manajemen Pondok Pesantren: Studi Perbandingan Tiga Pondok Pesantren di Kalimantan Barat

Repository > Misdah > Prosiding Manajemen Pondok Pesantren: Studi Perbandingan Tiga Pondok Pesantren di Kalimantan Barat

Proseding Manajemen Pondok Pesantren Studi Perbandingan Tiga Pondok Pesantren di Kalimantan Barat _ 2Ada tiga pondok pesantren yangbesar dan berpengaruh di Kalimantan Barat yang memiliki basis sosial budaya sebagai lingkungan manajemen sistemyang berbeda, yaitu Pondok Pesantren Ushuluddin di kota Singkawang, Pondok Pesantren Darussalam di Kabupaten Pontianak dan Pondok Pesantren Darul Ulum diKabupaten Kubu Raya. Basis sosial dalam bahasa sosiologinya core values atau nilai inti, dinyatakan bahwa “there are values and attitudes that are more central, important, or dominant to the individual than others and hence will be called ‘core values’; second the core values resist change” (Lachman, 1993:566). Artinya, terdapat nilai dan sikap yang lebih sentral, penting, atau dominan bagi individu dari yang lainnya dan oleh karenanya disebut core values atau nilai inti; kedua nilai-nilai inti ini menolak perubahan.

Berdasarkan core values, maka pondok pesantren Ushuluddin Singkawang berbasis budaya Melayu, pondok pesantren Darul Ulum Kabupaten Kubu Raya berbasis budaya Jawa-Madura dan pondok pesantren Darussalam di Kabupaten Pontianak berbasis budaya multietnis.

Berdasarkan hasil grand tour observation diperoleh bahwa lingkungan manajemen sistem yang direpresentasikan dalam bentuk sosial budaya, maka pondok pesantren Ushuluddin di Kota Singkawang cenderung dikelola dan berbasis komunitas Islam Melayu, yakni menjangkau dua wilayah pemerintahan kota/kabupaten masing-masing Kota Singkawang dan Kabupaten Sambas. Sementara pondok pesantren Darum Ulum yang terletak di daerah transmigrasi Kabupaten Kubu Raya, karena itu pengelola dan basis sosial budaya adalah komunitas Jawa dan Madura. Berbeda halnya dengan pondok pesantren Darussalam Sengkubang yang terletak di Kabupaten Pontianak, pesantren ini berada dalam banyak komunitas etnis seperti Melayu, Bugis, Jawa,Madura dan etnis lainnnya. Pondok pesantren Darussalam menerima semua budaya sebagai upaya menghormati dan menerima pandangan yang berbeda. Sejalan dengan ini, Schein mengatakan bahwa, “The group’s need to deal with its environment is also central, who views culture as “the sum total of all the shared, taken-for-granted assumptions that a group has learned throughout its history” (Schein, 1995:29). Artinya kebutuhan kelompok berhubungan dengan lingkungan adalah juga penting yang memandang budaya sebagai jumlah total masukan budaya lain berupa asumsi-asumsi sebagai diterimanya sebuah kelompok yang telah mempelajari seluruh sejarahnya. Schein juga percaya bahwa “culture involves learning within a group as that group solves its problems of survival in an external environment and its problem of internal integration” (Schein, 1995:29). Artinya, budaya mencakup pembelajaran di dalam kelompok sebagai kelompoknya menyelesaikan masalah masalah survival/bertahan hidup di dalam sebuah lingkungan luar dan masalah-masalah integrasi internal. Keyakinan kedua ini dianut oleh pondok pesantren Ushuluddin Singkawang dan pondok pesantren Darul Ulum Kubu Raya.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis memandang perlu untuk meneliti masalah yang berkenaan dengan manajemen sistem pada tiga pondok pesantren yang memiliki basis sosial budaya yang berbeda di Kalimantan Barat.

Link Download:

Prosiding Manajemen Pondok Pesantren: Studi Perbandingan Tiga Pondok Pesantren di Kalimantan Barat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *