Kita banyak bersyukur kepada Allah dengan anugrah-Nya kita masih diberi kesehatan dan kekuatan dengan itu terutama penulis dapat menghadirkan tulisan kecil ini di hadapan para pembaca sekalian. Oleh karena itu shalawat dan salam kita persembahkan ke hadapan ikutan kita Muhammad saw., yang mengeluarkan umatnya dari kegelaman kepada terang benderang. Mengiringi rasa syukur itu penulis mengaturkan ucapan terima kasih yang tak berhingga ke hadapan Yang Dimuliakan “Ayahanda-Guru” telaga hikmahku tempatku membasahi haus-harapku dengan bimbingan dan petunjuknya yang tak bertepi.
Tafsir merupakan hasil karya manusia yang ditengarai paling dekat dengan sumber utama ajaran Islam yaitu teks-teks atau kitab Alquran. Oleh karena itu, tafsirlah awal mula yang menjadi inspiring dan rujukan hokum Islam dalam sejarah kodifikasinya. Setalah itu kemudian karya-karya fiqih atau hokum Islam menjadi inspiring berikutnya bagi tertorehnya karya-karya tafsir. Karya-karya tafsir yang diinspirasi oleh fiqih inilah kemudian melahirkan karya tafsir dalam corah fiqh. Demikian pula sesungguhnya yang terjadi pada garap bidang disiplin lain seperti tashawwuf atau sufistik misalnya, ada corak tafsir sufistik oleh karena ada karyakarya sufistik yang menginspire karya-karya tafsir.
Yang ingin penulis katakana dalam pengantar ini, bahwa tafsir itu adalah banyak jenis dan coraknya jika dilihat dari sisi-sisi seperti metode dan latar belakang para penulisnya. Dengan begitu sesungguhnya tafsir itu sangat kondisional dan subjektif sekali dari sisi penulisnya. Maka tafsir bentuk nyata dari sebutan “teks to conteks”, yaitu suatu proses pencarian kepahaman atas teks-teks Alquran yang dieratkan kaitannya dengan kondisi dan situasi tertentu, atau yang biasa disebut konteks. Sedang konteks itu ialah fakta yang terkait langsung dengan siapa yang menafsir dan yang akan membacanya, kapan tafsir itu dilakukan, dan di mana tafsir itu digarap penulisannya.
Singkatnya tafsir itu hanya sebagai jawaban sementara terhadap persoalan sesuai di mana tafsir itu dilakukan. Tafsir juga sangat temporal, dalam arti bahwa suatu produk tafsir di suatu tempat tertentu belum tentu cocok di tempat yang berbeda. Padahal sesungguhnya Quran itu petunjung bagi manusia di seluruh dunia dan sepanjang masa. Oleh karena itu, jika ingin mentautkan isi Alquran dengan kondisi yang dapat sesuai dengan segala situasi dan kondisi harus bertanya atau mencari jawaban kepada wujud yang punya kata.
Jadi penerbitan buku “Akar Perbedaan tafsir”ini penulis tujukan untuk semakin menguatkan bahwa jika terlalu berpegang kepada tafsir maka tidak akan menemukan wujud kebenaran yang hakiki. Sebab tafssir pasti akan selalu berbeda mengiringi perbedaan siapa yang menafsir, perbedaan qurun dan tempat.
Pada kesempatan ini penulis ingin sampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membidani dan mensuport penebitan ini. Tentunya penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu di sini. Kiranya Allah swt mengarunikan kebaikan kepada semua pihak yang terlah berpartisipasi dalam penerbitan buku ini.
Link Download:
AKAR PERBEDAAN TAFSIR: Studi Terapan Pada Tafsir Fiqh, Tafsir Sufistik, dan al-Hikmah