Pembaharuan Tanzim’t 1839 – 1876: Belajar dari Pengalaman Turki Usmani

Repository > Harjani Hefni > Pembaharuan Tanzim’t 1839 – 1876: Belajar dari Pengalaman Turki Usmani

jurnal-inklusif09062016153706_001-_-2Usmani adalah sebuah kesultanan yang berpusat di Istanbul, Turki, salah satu dari tiga kerajaan besar Islam pada masa itu, di samping Safawi dan Mogul. Usmani menjadi negara adikuasa setelah menaklukkan Bizantium (1453), terutama untuk mengembangkan wilayah Islam. Daulah Usmani berkuasa lebih dari enam abad (1300 – 1924 M). Sebagaimana juga dinasti lain, Daulah Usmani bermula dari negeri kecil dan lemah, kemudian merangkak dan menjadi negara adikuasa dan selanjutnya melemah. Wilayah kekuasaannya meliputi sebagian Asia, Afrika, dan Eropa. Puncak kejayaan Usmani berlangsung pada masa pemerintahan Sulaiman I (1520 – 1566) yang dikenal dengan Sulaiman al-Qanuni, peletak Undang-Undang. Setelah itu, Usmani semakin lemah karena pemberontakan internal dan kalah perang melawan Eropa. Sehingga pada abad  sembilanbelas, bangsa Eropa jauh lebih kuat dibandingkan dengan Daulah Usmani. Daulah Usmani ibarat orang sakit yang sedang butuh obat. Dia mencoba untuk bangkit dari penyakit dan tampil menjadi negeri yang sehat dan jaya kembali. Berdasarkan semangat ingin sehat di atas maka muncullah ide-ide pembaharuan. Pembaharuan di Turki secara umum dapat dikategorikan dalam dua mainstream besar. Pertama, kelompok yang menghendaki pembaharuan dengan kembali kepada pemikiran agama yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah; dan kedua, kelompok yang menghendaki pembaharuan dengan mengambil barat sebagai contohnya karena negeri maju saat itu adalah barat. Dalam sejarah pembaharuan di Turki, dua kelompok ini selalu terlibat dalam pertarungan memperebutkan pengaruh. Tetapi dipenghujung masa kekhilafahan, arus Barat ternyata lebih kuat daripada suara pembaharuan untuk kembali kepada agarna. Dan Tanzim’t adalah salah satu dari bentuk keberhasilan arus Barat menanamkan pengaruhnya di Turki.

Tanzim’t adalah upaya pembaharuan yang berusaha untuk menciptakan perangkat perundang-undangan  dan undang-undang tertulis di Daulah Usmaniyyah. Pembaharuan itu melahirkan dua kutub, kutub restorasionis dan modernis. Kubu restorasionis menghendaki pemberlakuan kembali undang-undang (qanun) Sulayman al-Qanuni, dan menentang setiap perubahan yang akan memberikan kesempatan bagi kekuatan Eropa dan Kristen, atau akan membuka kesempatan bagi konsep dan teknik, serta supremasi Eropa dan Kristen atas ummat Islam. Sedangkan kubu modernis menghendaki adopsi beberapa metode Eropa untuk pelatihan, pengorganisasian, dan administrasi militer, serta perubahan sistem pendidikan dan ekonomi untuk kepentingan sipil yang diperlukan untuk mendukung negara modern. Pertarungan menjelang berakhirnya khilafah dimenangkan oleh kelompok barat.

Link Download:

Pembaharuan Tanzim’t 1839 – 1876: Belajar dari Pengalaman Turki Usmani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *